Dari kiri ke kanan: Baju putih Winardi Sethiono, sampingnya Hairansyah, sampingnya Noorhalis Majid, dan sampingnya lagi Muhammad Effendy.
BANJARMASIN – Sebuah proses rekrutmen jabatan publik yang mengurusi urusan publik, mestinya transparan sejak penentuan tim seleksi, proses seleksi, sampai hasil dari setiap tahapan. Walau sebagian besar dari proses ditentukan secara subyektif, namun transparansi tetap sangat penting, agar siapapun bisa mengukur dan melihat hasil proses yang telah dilakukan dan dilalui.
Menjadi rahasia umum, jabatan KPUD diduga sarat kepentingan. Karena itu yang berkepentingan, dapat saja memaksakan keinginannya dengan berbagai cara. Apalagi bila didasari nafsu kekuasaan, maka segala prosedur yang sudah dibuat, dimanipulasi agar terlihat wajar – tanpa intrik, bebas rekayasa dan kecurangan, padahal keculasannya mudah tercium.
Ambin Demokrasi, adalah sebuah forum yang terbuka dan setara – ingin melihat proses demokrasi, termasuk Pemilu dengan segala tahapannya, berjalan jujur, adil, terbuka dan setara, sehingga demokrasi menjadi semakin substansial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Inilah yang menjadi sorotan Ambin Demokrasi, dengan pembicara Noorhalis Majid, Hairansyah, Winardi Sethiono,
dan Muhammad Effendy.
Pembicaraan berlanjut diskusi dengan para Awak Media, Senin (13/3/2023) sore.
Hal ini dilakukan dalam rangka mencermati proses seleksi KPUD Kalimantan Selatan yang sedang berlangsung.
Norhalis Majid yang merupakan
Pembina Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin menilai, tes tertulis dengan metode Computer Asisted Test (CAT) yang obyektif, tidak akan menjadi penting lagi dengan adanya makalah dan psikotes yang bernilai subyektif.
“CAT itu objektif sebenarnya, kalau dibuka seperti seleksi terdahulu, akan mengetahui siapa yang mempunyai kompetensi dan tidak, tapi dalam proses ini digabung dengan pembuatan makalah dan itu subjektif karena skoring dari Timsel sendiri,” ucap Norhalis.
Tapi berbeda dengan Makalah dan Psikotes. Katanya, dalam proses skoring pembuatan makalah, tidak ada melibatkan pihak-pihak yang berfungsi sebagai pembaca makalah.
“Semestinya ada tim pembaca makalah, nama pembuat makalah ditutup, orang hanya melihat makalah yang dibuat lalu diberi nilai dan diserahkan kepada Timsel,” tegas Norhalis.
Juga aspek subjektivitas lainnya adalah psikotes, sehingga dari dua media penilaian itu akan digabungkan menjadi satu, untuk mengetahui rangking para peserta seleksi Komisioner KPU.
“Maka yang objektif menjadi tidak penting lagi, di sini yang menurut saya tidak transparan dalam soal proses dan hasil,” cetus mantan Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel ini.
Sementara itu, Winardi Sethiono, yang juga Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pemerintah (JPKP) Kalsel menyatakan, pihaknya meminta perhatian Masyarakat untuk dapat mengkritisi permasalahan ini.
“Karena walau bagaimanapun juga, kalau tanpa dikritisi, maka akan muncullah hal-hal yang kurang baik terhadap perkembangan Negara kita kedepan,” tegas Winardi.
Winardi juga kembali membuka catatan nasehat Bung Karno. Kata Winardi, kita sudah pernah mendengar kata-kata dari Almarhum Bung Karno, bahwa Kesulitan yang kita hadapi kedepan itu adalah bahwa Bangsa Indonesia itu dijajah oleh Bangsanya sendiri.
“Jadi hal-hal ini jangan sampai menimbulkan apa yang pernah dikatakan oleh Bung Karno itu menjadi kenyataan. Kita minta terhadap Masyarakat luas, para Akademisi dan para Cendekiawan untuk dapat mengkritisi permasalahan-permasalahan ini,” tegas Winardi. (jn)